23/11/10

Trilogi Pemikiran Deden Rukmana Untuk Mengatasi Kemacetan Jakarta

Deden Rukmana adalah seorang anak yang kebetulan ibunda tercintanya tinggal dan bekerja di Jakarta. Ibunyatinggal bersama adik-adiknyadi Pasar Minggu dan sesekali pulang ke Bandung dimana ibunya memiliki rumah yang hampir 40 tahun telah didiaminya untuk membesarkan anak-anaknya. Sebagai anak tentunya ingin melihat ibunya hidup nyaman dan tenang di ibukota. Tapi seperti kita ketahui bersama, kemacetan di ibukota adalah salah satu masalah kronis yang semakin hari semakin rumit untuk diatasi. Kemacetan di ibukota merugikan banyak pihak dengan kerugian diperkirakan sebesar US$ 3 billion setiap tahunnya.
Trilogi pemikiranini didedikasikan untuk ibundanya tercinta, yang berkat doanya, memungkinkan penulis untuk berkontribusi dalam mengatasi kemacetan di ibukota kita tercinta melalui tulisan ini. Besar harapanpenulis agar tulisan ini memberikan pemahaman lebih mendalam tentang pentingnya pengembangan transportasi umum dalam mengatasi kemacetan di Jakarta. Semakin banyak orang paham tentangpentingnya tranportasi umum dalam mengatasi kemacetan di Jakarta semakin memudahkan upaya untuk menguraikan kemacetan di Jakarta. Jakarta yang bebas macet tentunya menjadi idaman semua wargaJakarta khususnya, termasuk tentunya ibundanyatercinta, dan penduduk Indonesia umumnya yang memiliki ibukota yangbisa dibanggakannya.

Mengenai kata trilogi yang dipakai disini karena terdapat tiga tulisan sebelumnya yang telah dimuat di the Jakarta Post pada tanggal 4 September 2010, 24 Oktober 2010 dan 13 November 2010 yang menjadi acuan dalam tulisan ini. Ketiga tulisan tersebut saling terkait dalam memahami kemacetan di Jakarta dan menawarkan solusi untuk mengatasinya.

Suasana kemacetan di sore hari di Pasar Minggu Jakarta Selatan, tidak jauh dari kediaman ibunya penulis
Tulisan pertama berjudul "Elevated toll roads, revisited" menguraikan kritikterhadap rencana pembangunan enam jalan layangtol kota di Jakarta. Pembangunan jalan tol ini hanyalah solusi kemacetan yang bersifat jangka pendek. Induced demand adalah istilah yang menjelaskan fenomena bahwa pembangunan jalan baru hanya akan menyebabkan meningkatnya pengguna jalan. Kota-kota besar lainnya di dunia, seperti Seoul dan New York merubuhkan jalan layangnya. San Francisco dan New Orleans mereka memutuskan untuk tidak membangun kembali jalan layangnya yang rubuh akibat bencana alam. Demikian pula Paris yang mengubah salah satu jalan bebas hambatannya menjadi jalan yang ramah pedestrian. Keputusan untuk mengubah jalan bebas hambatan menjadi jalan ramah pedestrian di kota-kota tersebut tidak menyebabkan kemacetan bertambah parah di kota-kota tersebut. Sebaliknya, penduduk kota-kota tersebut menghargai sekali keputusan pemerintah kotanya dan merasakan peningkatan kualitas kehidupan di kota-kota tersebut. Alasan yang lebih penting terhadap kritik pembangunan jalan layang tol kota tersebut adalah ini akan menjadi kontraproduktif dalam upaya pengembangan transportasi massal di Jakarta. Tulisan pertama tersebut dapat dibaca lebih lengkap di http://www.thejakartapost.com/news/2010/09/04/elevated-toll-roads-revisited.html

Tulisan kedua berjudul "Jakarta needs Metro to avoid traffic gridlock" mengulas pentingnya pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) atau Metro di Jakarta. Saat ini Jakarta sedang menyiapkan desain proyeknya dan jalur pertama Metro dari Bunderan HI ke Kota akan siap pada tahun 2016. Saya menyarankan dua tahapan penting dalam pengembangan MRT ini untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yaitu mengintegrasikan MRT dengan transportasi umum yang sudah ada saat ini termasuk Transjakarta, Metromini, Kopaja, Angkot, Mikrolet dan Bis Kota; serta mengkonversi pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna kendaraan umum. Tulisan kedua tersebut dapat dibaca lebih lengkap di http://www.thejakartapost.com/news/2010/10/24/jakarta-needs-metro-avoid-traffic-gridlock.html

Tulisan ketiga berjudul "Solving gridlock in Jakarta" membahas 17 kebijakan yang ditetapkan oleh Wakil Presiden Boediono dan beberapa kebijakan lainnya yang digagaskan oleh Pemda DKI untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Tujuh belas kebijakan oleh Wakil Presiden Boediono dapat ditemui lebih lengkap di http://www.wapresri.go.id/index/preview/berita/617/2010-09. Beberapa kebijakan yang digagaskan oleh Pemda DKI diantaranya mengubah peraturan lalu lintas di beberapa kawasan macet, mengatur jam masuk kerja kantor berdasarkan wilayah kota, membentuk tim khusus untuk mengatur lalu lintas di jalur-jalur padat dan menerapkan Electronic Road Pricing. Penulis menghargai sekali upaya-upaya tersebut untuk mengatasi kemacetan di Jakarta kecuali pengaturan jam masuk kerja kantor, karena upaya ini kontraproduktifdalam upaya pengembangan sistem transportasiumumdi Jakarta.

Beberapa alternatif solusi lainnya ditawarkan juga oleh penulis termasuk shuttle services, carpool matching services, telecommuting. Kantor-kantor di Jakarta baik swasta maupun pemerintah mesti menggalakkan shuttle services, carpool matching services dan telecommuting bagi para karyawannya. Bilamana ketiga alternatif solusi tersebut bisa dilakukan maka akan menurunkan dengan signifikan jumlah kendaraan di jalan-jalan di Jakarta. Dua alternatif lainnya yang disarankan adalah downzoning dan pengembangan multimodal transportation district yang memiliki jaringan jalan yang ramah untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda. Tulisan ketiga tersebut dapat dibaca lebih lengkap di http://www.thejakartapost.com/news/2010/11/13/solving-gridlock-jakarta.html

Penulisakan mengamati dengan seksama perkembangan upaya-upaya untuk mengatasi masalah kemacetan di Jakarta ini dan tentunya dengan harapan agar Jakarta dapat mengembangkan sistem transportasi umumnya yang terintegrasi, handal, aksesibel, aman,tepat waktu, nyaman dan terjangkau yang akan menjadi kunci utama dalammenguraikan kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Besar harapanagar kota Jakarta menjadi kota yang bebas macet dan menjadi kota yang dapat dibanggakan oleh para penduduknya. Semoga ini menjadi kenyataan bukan hanya sebuah impian.

Penulis adalah assistant professor dan koordinator program pascasarjana Studi dan Perencanaan Kota di Savannah State Univeresity, AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar